Skripsi merupakan tugas
sakral yang harus dilakukan seorang mahasiswa untuk bisa bersanding menggunakan
toga saat prosesi wisuda. Sebagai sebuah tugas akhir, mau tidak mau, suka tidak
suka mahasiswa diharuskan membuat susunan tulisan ini. Tidak sedikit mahasiswa
yang menganggap skripsi sebagai sebuah momok yang lebih mengerikan dari sekedar
dosen killer. Sebagai sebuah tugas
akhir, mahasiswa menghadapinya dengan beragam cara, ada yang senang dan
menganggap skripsi sebagai sebuah tantangan yang harus di taklukkan, ada juga
yang biasa saja menganggapnya menjadi sebuah kisah pahit seorang mahasiswa yang
pasti akan berlalu pada waktunya nanti (asal dikerjakan), ada juga yang galau
karena tidak tahu harus bagaimana untuk mulai menulisnya. Bagaimanapun, mungkin
kamu tidak merasakannya tapi itu terbukti, dalam mengerjakannya ada
moment-moment pahit bin menyebalkan akan dialami mahasiswa. Moment-moment mulai
dari yang berkesan hingga absurd ini
akan kamu ingat di masa depan nanti.
1. Momen yang pertama dan
krusial adalah pemilihan topik dan judul skripsi. Kadang sampai bingung-bingung sendiri
beberapa hari.
Beberapa mahasiswa bahkan rela untuk
bertapa siang dan malam hanya untuk mencari ide sebagai bahan penulisan
skripsi. Beberapa yang lain menjadi superaktif
untuk sekedar browsing dan bertanya kepada mereka yang sudah berpengalaman dalam
menulis. Namun, kadang situasi memang tidak bisa kita atur sesuka hati, saat
ide dan topik sudah kamu dapati, ada hal lain yang membuat sedikit berpasrah
hati.
“Cari
judul yang lain ya, ini sudah terlalu banyak”,
“Ini
topik apa? gak sesuai, ajukan topik yang lain saja!”, kaliamat-kalimat
menyebalkan itu mungkin diucapkan oleh seseorang di ruang jurusan. Dan kamu
dengan wajah lusuh hanya bisa berekspresi datar sambil menghembuskan nafas
dalam ‘yaaahhhhhhhh” dengan panjang.
Di saat seperti ini yang kamu
butuhkan hanya memberi waktu pada diri sendiri untuk lebih banyak membaca atau
bertanya kepada mereka yang paham dan mengerti, pergi perpustakan yang bahkan
mungkin belum kamu sentuh sejak pertama kuliah untuk mengecek apa topik yang
akan kamu inginkan sudah tertulis atau belum. Sudah? Kalau gitu tinggal cari
tema lainnya, sukses!
2. Memilih Dosen Pembimbing
itu kaya milih kucing diantara beberapa kucing lain dalam karung.
Sepertinya sih gampang, kamu tinggal
ngelus-ngelus bulu mana yang halus, kemudian ambil. Begitu juga dengan memilih
dosen pembimbing, biasanya sejak awal setelah kamu siap dengan topik apa yang
akan tulis, kamu sudah tahu akan memilih siapa dosen yang akan kamu jadikan
panutan dalam penulisan tugas akhir ini. Dosen pembimbing yang dipilih biasanya
adalah dosen yang enak cara ngajarnya, sabar dan juga telaten, cantik dan
bahkan mungkin yang rupawan.
“Aah, si ibu Melati (yang
cantik, namun bukan nama sebenarnya) kayanya enak nih jadi dosbing, dia kan
juga ngajar topik ini”, kamu sudah membayangkan bagaimana kamu skripsian
kedepan, akan indah dan menyenangkan.
Namun hidup lagi-lagi
memberi kamu kejutan. Dosen yang kamu mau dan sejak awal kamu pikirkan tiap
saat ternyata tidak bisa membimbing kamu skripsian, entah karena sibuk dengan
skejul yang over atau sibuk
membimbing skripsi mahasiswa lain, akhirnya kamu (secara terpaksa) mendapatkan
dosen lain yang tidak sesuai dengan yang kamu harapkan. Jika hanya dapat
dosbing sih biasa, yang tidak biasa itu jika kamu mendapatkan dosen pembimbing
yang harusnya dihindari (taulah dosen pembimbing kaya apa) oleh mahasiswa lain.
Mau tidak mau akhirnya kamu hanya bisa mengambil nafas dalam, “kuatkan hamba ya
allah.”
3. Saat penulisan awal, kamu tahu
bahwa tidak semua proposal (lamaran) akan diterima. *baper*
Saat menulis bagian awal
skripsi, kamu dengan semangat berapi-api akan menulis dengan tekat sekuat besi,
jika perlu kamu akan menulis 1 bab dalam 1 jam. Saat proposal telah tersusun
kamu dengan mantap bertemu dengan dosen pembimbing. Dapet masukan (asal kamu
paham maksudnya) dari pembimbing bisa membuat kamu dengan cepat menyelesaikan
skripsi yang kamu tulis.
Saat bimbingan proposal,
jika kamu beruntung Dosen akan mengijinkanmu untuk bisa langsung maju ke
seminar. Jika tidak beruntung, topik yang kamu teliti dirasa tidak relevan
dengan teori yang kamu tulis, dosen akan memberi kamu beberapa referensi
sebagai tambahan untuk kamu masukkan, artinya revisi lagi. Dan jika kamu sangat
tidak beruntung, proposalmu akan ditolak
dengan banyak saran yang tidak begitu kamu pahami. Kamu hanya menggaruk-garuk
kepala tanpa sadar ketombe yang jatuh sambil mengangguk-angguk tanda setuju
(padahal dalam hati berteriak setengah mati. “kenapaaaa? Apa salah dakuuu?”)
4. Bimbingan skripsi tidak
selalu mudah, kadang ada masa dimana kamu lebih baik kembali saat skripsi hanya
sebuah kata.
Saat seminar telah kamu lakukan, kamu
melanjutkan untuk menulis skrispsi kamu. Bimbingan ke dosen harusnya lebih
gampang setelah seminar berhasil kamu lewati karena artinya kamu sudah 50%
berhasil. Namun hal-hal indah saat bimbingan yang sejak awal kamu bayangkan
berubah tidak seperti yang kamu harapkan, saat akan bimbingan skripsi dengan print out di tangan, kamu maju menghadap
dosen pembimbing, namun hal lain terjadi lagi, beliau tidak di sana.
“maav pak, saya sudah di
ruangan bapak untuk bimbingan skripsi”, “saya lagi di luar kota Mut,
bimbingannya diganti minggu depan ya”. Tekk, “owh, oke” *masang wajah Saitama*
Sibuk atau tidaknya dosen pembimbing
merupakan salah satu faktor (selain semangat kamu tentunya) yang berbanding terabalik
dengan kecepatan penyelesaian skripsi yang kamu garap. Semakin tinggi jam
terbang dosen pembimbing kamu, akan semakin jarang kamu bimbingan, maka semakin
lama proses penyelesaian skripsi yang kamu garap kecuali kamu punya otak secerlang
Einstein yang tidak perlu lagi di revisi, kamu bisa langsung sidang detik itu
juga. Dosen hanya perlu manggut-manggut.
5. Skripsi tanpa revisi itu mustahil.
Menulis skripsi adalah bagaimana
seorang mehasiswa menyusun topik atau kasus yang dia tulis sesuai teori dan
fakta bukan sekedar curhatan colongan saat dilema dan galau. Setelah meluangkan
waktu berjam-jam berhargamu untuk menulis sebuah masterpiece, kamu mulai memberikan prin out-nya kepada dosen pembimbing sambil berdoa bahwa semuanya
akan berjalan lancar tanpa adanya coretan, namun apa dikata, dosen yang punya
status sebagai dewa yang maha tahu memberi kita banyak saran untuk memeperbaiki
tulisan kita selanjutnya. Revisi- revisi di setiap bab. Coretan di setiap
lembar.
Akhirnya kamu mengerjakan kembali bab
per bab yang di revisi oleh sang dewa dosen, kamu sangat senang saat
bisa merevisi walaupun hanya 1 bab saja, hingga kesuluruhan, saat kamu telah
selesai dan memberikannya kembali ke sang dosen untuk direvisi, alangkah
sakitnya ketika itu di corat-coret kembali. Ada saat dimana dosen kamu bertanya
mau dibawa kemana arah skripsimu itu, mempertanyakan bagaimana kejelasan
hubungan status antar tiap unsur yang kamu tulis hingga akhirnya kamupun
ikut-ikutan bingung mau apa dengan yang kamu tulis itu. Namun, pada akhirnya
dengan kemantapan hati kamu tetap melanjutkan walaupun dengan rasa nelangsa
yang tak tertahan sambil berharap ini akan lancar dan cepat kelar. Yahh,
semoga, tapi pada akhirnya kamu akan berhasil.
judulnya 10 hal, tapi cuma 5 (nyadar gak bacanya), biar gak panjang, lanjutannya di sini